Sumbartime.com-Pengurus organisasi wartawan harus mundur dari jabatannya jika ikut berkompetisi di Pilkada. Begitu juga pengurus maupun wartawan yang terlibat dalam posisi sebagai tim sukses. Ini sesuai dengan aturan organisasi sendiri demi menjaga independensi pers.
Wartawan senior Karni Ilyas, anggota Dewan Kehormatan PWI sudah pernah membuat preseden bagus. Dia tak berkompetisi, tim sukses juga bukan tapi pada waktu Pilpres 2014 dia mengambil cuti sebagai pemimpin redaksi tvOne.
Dia juga mencutikan programnya ILC yang terkenal itu selama tiga bulan. Kerugian acara ILC karena cuti mencapai Rp20 milyar rupiah karena otomatis tidak ada pemasukan iklan.
Menyambut tahun politik dan pesta demokrasi Pilkada, Pileg, dan Pilpres, Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat, Ilham Bintang menegaskan dalam PD/PRT PWI ada pasal yang melarang pengurus merangkap jabatan di parpol.
Secara substansial pengurus yang maju otomatis sudah sama dengan merangkap jabatan di parpol. Harus berhenti atau nonaktif sebagai pengurus maupun profesi kewartawanannya.
Dewan Kehormatan PWI Pusat juga menyatakan wartawan yang terlibat menjadi tim sukses calon harus berhenti atau nonaktif jadi wartawan.
“Tim sukses berjuang untuk satu golongan, sedangkan prinsip pers atau media melayani semua golongan untuk mencapai tujuan utamanya, demi kebenaran, dan kepentingan publik, dan kelangsungan demokrasi,” kata Ilham dalam siaran persnya usai talk show Radio Elshinta Jakarta, Minggu 21/1 kemarin.
Ilham mengatakan DK PWI telah membentuk satu tim mengawasi anggotanya di seluruh Indonesia yang menjadi tim sukses Paslon di beberapa Pilkada.
“DK-PWI sebentar lagi mengumumkan nama-nama mereka. Bahkan, nama-nama yang diadukan diduga menggunakan organisasi untuk kepentingan Paslon. Data-data laporan pengaduan itu saat ini sedang diverifikasi oleh tim,”ujarnya.
DK-PWI juga mengingatkan seluruh media pers mengenai sanksi teguran keras kepada media-media partisan, bahkan ancaman pencabutan izin dari otoritas penyiaran.
“Yang paling menyedihkan pengalaman Pilpres 2014 dan Pilgub DKI beberapa stasiun televisi alami kehancuran rating. Artinya, masyarakat sudah kehilangan kepercayaan pada media dimaksud. Lebih memprihatinkan wartawannya, sampai ditolak kehadirannya di mana-mana. Media yang kehilangan kepercayaan publik, memang bisa dianggap selesai sudah hidupnya,”jelas Ilham.
Pada prinsipnya, lanjut Ilham, wartawan harus menjunjung tinggi moral dan etika profesi, itu lebih tinggi dari aturan hukum apalagi Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT).
“Wartawan independen, bukan berarti tak berpihak. Keberpihakan wartawan untuk kepentingan rakyat, dan kelangsungan demokrasi. Itu parameter yang digunakan DK-PWI,”tegasnya.
Menurut salah seorang wakil ketua PWI Sumbar, Sawir Pribadi, apa yang sudah diatur oleh organisasi dan Dewan Pers, harus ditaati.
“Aturan mainnya ada maka taati itu,”ujar Sawir, Minggu siang tadi.
Soal AD/ART PWI yang melarang pengurus merangkap jabatan di kepengurusan parpol, Ilham ikut merumuskan. Substansi larangan itu mencegah pengurus menyalahgunakan kedudukannya untuk kepentingan parpol.
“Saya ikut merumuskan itu zaman chaos ketika PWI hadapi persoalan yang amat berat soal keterkaitannya dengan kekuasaan Orde Baru,” kata Ilham Bintang.
Sistem demokrasi calon yang mau maju Pilkada harus melalui parpol. Orang yang diusung parpol, jelas lebih dari pengurus karena harus memperjuangkan kepentingan parpol. Dalam bahasa Megawati, Jokowi itu petugas parpol.
Kode etik itu mahkota wartawan. Berdada di atas hukum dan AD/ART. Dalam UU Pers, sebenarnya pelanggaran kode etik juga pelanggaran hukum. Dalam UU ada pasal eksplisit menyebutkan wartawan menaati kode etik.
DK PWI menjaga dan mengawasi penataan KEJ oleh seluruh anggota. Artinya, dari anggota muda sampai ketua. Nilai tertinggi professi wartawan memang moralitas.(yendra )