Payakumbuh – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Aliansi Mahasiswa Kota Payakumbuh menggelar aksi damai untuk menyampaikan kritik terhadap kinerja Wali Kota Zulmaeta dan Wakil Wali Kota Elzadaswarman selama 100 hari masa jabatan mereka. Aksi tersebut berlangsung pada Rabu (04/06/2025), dimulai dari Tugu Adipura dan berakhir di halaman Kantor Balai Kota Payakumbuh.
Berbeda dari pejabat lainnya yang kerap menghindar dari aksi protes, Wali Kota Zulmaeta justru tampil tenang, lugas, dan terbuka menyambut massa mahasiswa. Ia turun langsung menemui peserta aksi dan mendengarkan aspirasi mereka tanpa bersembunyi di balik meja.
“Kami tidak akan tutup mata. Kami tidak alergi kritik. Aspirasi ini akan menjadi bahan evaluasi kami untuk bekerja lebih baik,” tegas Zulmaeta, yang disambut sorakan dan tepuk tangan dari mahasiswa.
Aksi damai ini menjadi ujian awal bagi kepemimpinan pasangan Zulmaeta–Elzadaswarman. Mahasiswa menyuarakan berbagai isu krusial, seperti penutupan tempat hiburan malam (THM) yang dinilai tidak efektif, dugaan praktik LGBT, penanganan sampah yang semrawut, hingga buruknya pelayanan publik.
Salah seorang orator menyebut bahwa penutupan THM hanya seperti sandiwara belaka. “Setelah petugas pergi, mereka buka lagi. Bahkan kami temukan yang beroperasi hingga pukul 3 subuh,” teriaknya lantang.
Mahasiswa juga menyampaikan laporan tentang dugaan praktik LGBT di sejumlah kafe yang dinilai mencederai nilai-nilai masyarakat Minangkabau. “Kami temukan indikasi kuat, termasuk pelecehan di Jalan Jeruk. Kota ini butuh ketegasan!” seru mereka dalam orasinya.
Menanggapi hal tersebut, Zulmaeta menegaskan tidak akan membiarkan Kota Payakumbuh terjebak dalam praktik-praktik yang merusak moral dan ketertiban umum.
“Tidak ada kompromi untuk yang melanggar aturan. Jika benar ada THM yang buka kembali setelah disegel, kami akan evaluasi dan tindak tegas aparat terkait,” ujarnya.
Ia juga berkomitmen untuk mereformasi sistem pengawasan terhadap tempat hiburan malam dan menindak tegas praktik LGBT jika terbukti. “Payakumbuh harus tetap berpegang pada adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Itu prinsip kami,” tegasnya lagi.
Selain itu, mahasiswa turut menyampaikan keresahan terhadap tumpukan sampah yang tak kunjung teratasi, pelayanan BPJS yang tidak merata, serta maraknya aksi balap liar dan begal. “Kami ingin keadilan untuk masyarakat kecil,” ucap salah satu mahasiswa.
Didampingi oleh Wakil Wali Kota Elzadaswarman, Sekretaris Daerah, dan sejumlah kepala OPD, Zulmaeta membuka pintu dialog lebih lanjut kepada mahasiswa. “Silakan datang ke balai kota kapan pun. Pintu saya terbuka untuk siapapun yang ingin membangun kota ini bersama-sama,” katanya.
Aksi damai ditutup dengan komitmen Pemerintah Kota Payakumbuh untuk menindaklanjuti setiap laporan yang disampaikan mahasiswa, serta menyiapkan langkah konkret untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang diangkat dalam aksi tersebut. (*dby)