Sumbartime.com-Rencana Universitas Negeri Padang (UNP) untuk menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa (HC) kepada mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri nampaknya akan tetap dilaksanakan sesuai jadwal, Rabu (27/9) lusa. Sementara itu, kelompok masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Minangkabau (FMM) tetap menolak kegiatan tersebut.
Kepastian akan dilaksanakannya prosesi penganugerahan gelar HC kepada Megawati ini disampaikan Rektor UNP Prof. Drs. H. Ganefri, M. Pd., Ph. D kepada wartawan di Kampus UNP, Senin (25/9) petang. Menurut Ganefri keputusan pemberian gelar Doktor HC kepada Megawati Soekarnoputri sudah melalui kajian akademis yang cukup lama.
Bahkan rapat senat UNP terkait hal ini sudah dilakukan pada Maret 2017 lalu. Putusan senat UNP kemudian dibawa kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi untuk dimintakan persetujuan. Izin dari pusat, lanjut Ganefri, kemudian muncul pada Juli 2017 lalu.
Ganefri melanjutkan, proses pemberian gelar Doktor HC tak hanya matang setelah izin dari pemerintah pusat turun. Menurutnya, pihak UNP harus melakukan audiensi dengan Megawati Soekarnoputri sendiri untuk dilakukan kajian akademis. Pihak kampus harus memastikan bahwa sosok Megawati memang layak diberikan gelar Doktor Kehormatan.
Pihak promotor yang diketuai oleh Prof. Dr. Sufyarma Marsidin dan dibantu oleh Prof. Malik Fajar selaku mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Kabinet Gotong Royong, kemudian memantapkan keputusan pemberian gelar Doktor HC kepada Presiden RI ke-5 tersebut. “Jadi kami tidak memandang Bu Mega sebagai ketua partai PDIP atau yang lain-lain,” kata Ganefri.
Poin utama yang dibahas dalam kajian akademis, kata Ganefri adalah peran Megawati dalam menerbitkan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pihak kampus beranggapan bahwa UU tersebut menghasilkan paradigma baru pada dunia pendidikan dari era orde baru ke era reformasi. “Dan kemajuan yang dihasilkan, salah satunya keberpihakan pemerintah bahwa alokasi anggaran pendidikan harus minimal 20 persen dari alokasi APBN pusat atau APBD di daerah,” jelas Ganefri.
Sementara itu, kelompok masyarakat seperti Majelis Mujahiddin dan Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM) yang tergabung dalam Forum Masyarakat Minang (FMM) menentang rencana tersebut. Menurut koordinatornya Irfianda Abidin didampingi Wakilnya Ibnu Aqil D.Gani dan Sekretarisnya Salman Afralisi, penolakan itu antaralain terkait faktor adat, etika, dan moral.
Selain itu juga karena konten pidato Megawati dalam perayaan ulang tahun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke-44 di Jakarta pada 10 Januari 2017, yang menyebut hidupnya idiologi tertutup. Kemudian menyampaikan pemikirannya terkait fenomena munculnya kelompok yang mulai menunjukkan gerakan anti-Pancasila.
Bahkan, lanjut Irfianda, adanya indikasi pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) yang masih berada di dalam tubuh PDIP.
“Jadi kami mengimbau kepada seluruh pihak untuk dinginkan kepala, kami menolak bukan kebencian tapi sebuah tuntutan dari adat kita. Alasan ini adalah alasan adat etika. Karena apalah artinya ilmu yang dituntut namun tidak beradab dan beretika,” ujar Irfianda usai bertemu Ketua DPRD Sumbar Hendra Irwan Rahim, Senin siangnya. ( yendra)