SUMBARTIME.COM-Polemik soal “pitih sanang” terkait Pajak Air Permukaan (PAP) PLTA Koto Panjang makin menghangat.
Mulai dari politisi DPRD tingkat Kabupaten Hingga DPRD Propinsi Sumbar angkat suara terkait klaim sepihak Pemerintahan Riau yang mengatakan jika Waduk PLTA Koto Panjang yang terletak di dua wilayah Limapuluh Kota (Sumbar) serta Kampar (Riau) adalah hak milik dari daerah Bumi Lancang Kuning saja.
Selain menyebutkan jika Riau lah yang berhak menerima pendapatan 100 persen dari pajak PLTA Koto Panjang tanpa harus berbagi dengan Propinsi Sumbar yang dianggap tidak memiliki Kontrobusi terkait Keberadaan PLTA tersebut.
Tentu saja pernyataan dari salah seorang unsur pimpinan DPRD Riau yang disampaikan melalui Sidang Paripurna Pemprov setempat, mengundang kritikan dari politisi Sumbar yang bercokol di Gedung Perwakilan Rakyat.
Rata rata para politisi Sumbar mengecam dan mengingatkan pihak Pemrov Riau terkait pengorbanan serta kontribusi besar Warga Sumbar terkait keberadaan PLTA Koto Panjang.
Bahkan Gubernur Sumbar, Irwan Prayito di akhir masa jabatannya, beberapa hari lalu juga ikut angkat suara mengkritisi pernyataan unsur pimpinan DPRD Riau tersebut terkait klaim sepihak tentang PAP PLTA Koto Panjang.
Semakin menghangat dan panasnya persoalan Pajak Permukaan Air PLTA tersebut, membuat pihak PT PLN Bagian Sumatra Utara (BSU) angkat bicara. Melalui surat yang disampaikan kepada salah satu anggota DPR RI asal Dapil Sumbar I, Andre Rosiade.
PLN menjelaskan kronologi pihaknya membayarkan Pajak bulanan hanya kepada Pemprov Riau saja 100 persen terhitung dari priode Februari 2020 berdasarkan Surat yang dibuat Kementrian Dalam Negeri yang ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Dr Dr Moch Ardan.
Dalam surat bernomor 973/2164/Keuda 2020 Tanggal 5 Mai 2020 yang ditujukan kepada GM PT PLN Sumatera Bagian Utara, terkait Pajak Air Permukaan PLTA Koto Panjang harus dibayarkan 100 persen ke Riau dengan rujukan UU No 28 tahun 2009.
Selain itu, alasan Dirjen Keuangan daerah Kementerian Dalam Negri yang terdapat pada poin 3.a dalam surat tersebut mengatakan DAS, hulu dan hilir dapat dipadang sebagai satu kesatuan sumber daya air, tetapi dalam konteks perpajakan, titik pajaknya adalah titik dimana air tersebut dimanfaatkan. Atas dasar poin 3.a itulah PLN menterjemahkan jika mereka hanya membayar ke Riau, karena Mesin Turib PLTA tersebut berada di wilayah Riau.
Tentu saja, klaim sepihak serta surat Dirjen Keuangan Daerah, kementrian dalam negri tersebut terkhusus pada poin 3.a itu, dinilai dan dianggap sebagai pangkal masalah Sumbar jadi kehilangan hak atas pajak permukaan air PLTA Koto Panjang.
Bagi Sumbar klaim sepihak itu dinilai sebagai pemicu sengkarut serta pemicu konflik dua daerah (Sumbar Riau) yang selama ini terkenal damai serta akur akur saja. Sebelumnya sebelum surat Kementrian dalam negri penyebab dari pangkal bala itu, Propinsi Sumbar dan Riau berbagi sama banyak 50:50 dengan Riau, terkait PAP PLTA Koto Alam.
Sebab lokasi waduk PLTA itu berasal dari dua wilayah. Selain itu walaupun Riau lebih banyak Desanya yang ditenggelamkan dari Sumbar saat dibangun, Namun sumber air serta aliran tangkapan hujan berasal dari Batang Mahar yang berada di Sumbar.
Terpisah, menyikapi polimik tersebut, politisi Senayan Andre Rosiade, kepada awak media, Minggu (2/8) mengatakan persoalan tersebut harus diselesaikan tanpa Sumbar mengalami kerugian. Dirinya mengaku telah meminta kepada Ketua DPRD Sumbar untuk segera melakukan langkah serta tindakan secepatnya agar persoalan ini klir dan Sumbar tidak kehilangan harga diri.
Selain itu anggota Komisi VI DPR RI, tersebut telah bertemu dengan Direktur PLN Zulkifli Zaini, dan meminta agar pembayaran PAP PLTA Koto Panjang ke Riau tersebut ditangguhkan untuk sementara waktu sampai persoalan selesai.
Andre juga menyesalkan tindakan pejabat di Kementrian Dalam Negri yang asal berkirim surat saja, tanpa mempelajari sejarah berdirinya Waduk PLTA Koto Panjang.
Dia meminta agar Pejabat di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri bisa menghargai pengorbanan masyarakat Sumbar, khususnya warga Tanjung Pauh, dan Tanjung Balik, di Kabupaten Limapuluh Kota, pungkasnya mengatakan. (aa)