Sumbartime-Dua orang pandeka (Pendekar) silat saling berhadapan di dalam sebuah sawah yang penuh dengan lumpur. Dari sorot mata mereka yang tajam seperti mata elang saling mengintai akan gerakan lawan di antara mereka.
Masing masing mereka mulai, membuka langkah dan jurus, untuk saling memulai melakukan penyerangan. Beberapa saat kemudian salah satu dari pandeka tersebut menyerang lawannya, pukulan, tendangan serta terjangan dia lancarkan dengan mengeluarkan jurus jurus silatnya.
Namun sebaliknya, salah satu dari pandeka yang diserang tersebut, tidak kalah gesitnya, dengan liukan tubuh yang begitu indah berusaha mengelak dan menangkis serangan yang datang terhadap dirinya. Sesekali sang pandeka itupun balas melakukan penyerangan melancarkan gerakan yang licin bak seperti belut sawah.
Namun sepertinya, kedua pandeka yang saling berhadapan itu sama tangguhnya, mereka sama mahirnya saling melakukan penyerangan dan saling elak mengindari pukulan serta terjangan di areal sawah yang penuh lumpur serta licin. Sekali salah satu dari mereka terpeleset, maka alamat salah satu dari mereka akan menjadi korban dari lawannya.
Tapi entah jurus apa serta keseimbangan tubuh apa yang mereka miliki, sehingga tak sekalipun mereka terpeleset dalam melakukan gerakan silat di dalam lumpur sawah yang sangat licin.
Kembali kedua pandeka itu saling berhadapan, namun kali ini masing masing mereka, memakai senjata tajam. Derap detak jantung bergemuruh saat melihat kedua pandeka itu bersiap saling serang, saling tikam, sepertinya mereka berniat untuk saling menghabisi.
Sementara itu, beberapa pandeka lainnya yang mengelilingi pertandingan dua pandeka yang saling serang tersebut, terlihat dari masing masing mereka memegang suluah api yang terbuat dari batuang (Bambu). Sesekali mereka meniup api suluah tersebut dengan percikan minyak dari mulut mulut mereka, sehingga api membesar seakan menyambar dan membakar tubuh tubuh mereka.
Kembali terlihat dua pandeka yang bertanding tersebut bersiap dengan senjata tajam masing masing mulai membuka jurus untuk saling serang. Tak lama kemudian keduanya terlibat dalam duel, saling serang, saling tikam, terlihat sesekali mereka melakukan gerakan terbang dan salto di udara.
Entah jurus apa yang mereka pergunakan, tapi yang pasti, mereka telah mewarisi jurus jurus dari silek tuo yang mereka dapati dari angku angku mereka, dari Datuak Datuak serta Penghulu mereka di Ranah Minang ini. Insting mereka begitu tajam,seluruh indra mereka seperti mempunyai mata untuk mengawasi serta melindungi bagian tubuh mereka saat diserang lawan.
Namun yang pasti silek bagi mereka hanyalah cara terkahir dalam membela diri, sebab bagi mereka, seorang pandeka itu berpantang mencari lawan, namun bersua (Bertemu) lawan pantang pula bagi mereka untuk di elakan.
Di ranah Minang silek bagi pendeka tak terpisahkan dari Surau. Kaum pandeka, sebelum menuntut ilmu silek dari guru guru, mereka diwajibkan untuk menuntut kaji agama di surau surau, sehingga bagi pandeka silrek dan surau merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan para pandeka.
Itulah sekelumit atraksi yang ditampilkan oleh para pandeka Ranah Minang dalam Payakumbuh Festival Batuang, yang telah memberikan hiburan serta pelajaran mendalam tentang filosofi tentang arti hidup dan kehidupan bagi para pengunjung yang terpukau dengan aksi para pandeka tersebut. (aa)