Sumbartime.com-Bocornya tangki timbun minyak Crude Palm Oil (CPO) milik PT Wira Inno Mas (WIM) ke perairan laut Teluk Bayur, Padang, Kamis (28/9), mengundang bahaya. Terutama bagi lingkungan sekitar dan biota laut.
Pemerintah Kota Padang yang tidak ingin lingkungannya tercemar akan melaporkan hal ini dan memprosesnya sesuai hukum berlaku.
“Akan kita proses sesuai hukum,” ujar Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah Dt Marajo, sabtu (30/9).
Saat ini, sekitar lebih kurang 3000 ton minyak sawit tumpah di sepanjang Pantai Teluk Bayur. Kejadian bermula ketika pipa dari terminal minyak ke tangki timbun bocor akibat tekanan tinggi. Sehingga tangki pecah dan mengakibatkan minyak CPO tumpah ke laut. Berdasarkan informasi yang diperoleh, kebocoran tersebut diduga karena kurang safetynya prosedur kerja di PT WIM.
Hasil pantauan pada Jumat siang, pencemaran laut semakin menjadi-jadi. Tumpahan CPO terus bergerak menuju utara.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang, Medi Iswandi saat dihubungi mengaku bahwa pihaknya terus memantau pergerakan minyak sawit yang mencemari laut Kota Padang.
“Hingga pukul 11.00 Wib tadi, Pantai Air Manis memang belum terkena dampak secara langsung, namun tumpahannya saat ini dihanyutkan arus ke arah utara dan dikuatirkan dapat terdampar di beberapa objek wisata bahari seperti Pantai Padang, atau pulau pulau yang ada di lepas Pantai Padang. Jika itu terjadi maka akan rusak semua destinasi wisata tersebut,” ujar Medi yang memantau dari Bukit Gado-gado di Pantai Air Manis.
“Perusahaan tersebut harus bertanggungjawab dan segera mengantisipasi agar tumpahan minyak itu tidak menyebar ke mana-mana,” tambah Medi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang Al Amin mendesak pihak perusahaan untuk segera melakukan penyedotan agar dampak lingkungan tidak meluas.
Pemerintah Kota Padang, lanjutnya, tak segan-segan menjatuhkan sanksi berupa pencabutan izin lingkungan dan izin operasi bila upaya pembersihan akibat kebocoran tanki tidak dilakukan segara. Al Amin juga khawatir, bila tidak segara disedot maka tumpahan CPO bisa terbawa aliran air hingga ke perairan Muaro, Padang.
“Kejadian ini sebetulnya insiden ya. Namun meski itu insiden itu tetap kelalaian perusahaan. Kami bisa saja cabut izin lingkungan perusahaan kalau dia tidak lakukan pemulihan,” ujar Al Amin.
Ancaman berupa pencabutan izin, lanjut Al Amin, jelas tertuang dalam Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tahapan yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini adalah teguran kepada perusahaan, paksaan pemerintah, pembekuan izin, atau pencabutan izin lingkungan.
“Yang penting saat ini pemulihan dengan lakukan sedotan minyak yang tumpah,” ujarnya.
Pengelola PT WIM, Gunawan Ginting, Kamis kemarin menduga, minyak itu tumpah ke laut bagian belakang dermaga peti kemas milik PT Pelindo II Teluk Bayur, akibat adanya kebocoran pipa.
“Sekarang kami masih menyelidiki kebocoran pipa tersebut. Dan, ini merupakan sebuah bencana bagi kami. Kami bersama tim masih konsentrasi penyelamatan awal agar tumpahan minyak sawit itu tak meluas,” ujar Gunawan.
Humas PT Pelindo II Teluk Bayur Muhammad Taufik menyebutkan, tumpahnya CPO dari salah satu tangki timbun milik PT WIM di laut dekat pelabuhan Teluk Bayur. Perusahaan itu salah satu mitra kerja mereka.
“Langkah awal kami mengantisipasi agar tumpahan minyak sawit yang masih mentah itu, yakni memasang dua unit oil boom yang masing-masing satu unit panjangnya sekitar 250 meter. Jadi secara keseluruhan lokasi yang kami lokalisir mencapai 500 meter,” kata Taufik.
Upaya melokalisir tumpahan minyak mentah itu, untuk memberikan tempat bagi kapal yang akan sandar. Sebab, tumpahan minyak itu sudah ada yang sampai ke dermaga.
”Makanya harus dikeluarkan supaya kapal bisa sandar,” kata Taufik.
Direktur WALHI Sumbar, Uslaini dalam press releasenya menyebut bahwa tumpahan minyak sawit ini membahayakan karena CPO mengandung BOD (Biological Oxigen Demand) yang tinggi dan tentu sangat berbahaya bagi biota laut. Apalagi, kawasan Teluk Bayur dan perairan sekitarnya merupakan kawasan yang kaya akan ikan Pelagis, yaitu jenis ikan yang hidup di perairan dangkal dengan kedalaman 0 – 200 meter.
“Keberadaan minyak kelapa sawit ini tentu akan mempengaruhi jenis ikan ini yang dapat menyebabkan ikan ini keracunan dan mati,” tukasnya.
Uslaini mengatakan, molekul minyak sawit juga akan menghalangi cahaya matahari dan oksigen masuk ke laut. Hal ini akan berpengaruh bagi terumbu karang dan biota bawah laut lainnya.
“Terhalangnya cahaya matahari dan oksigen tentu akan mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi biota laut dan dalam jangka panjang akan memicu terjadinya coral bleaching dan kematian biota laut,” terangnya.
Keberadaan minyak sawit ini menurut Uslaini, juga akan mempengaruhi jenis mamalia laut dan kura-kura. Di mana kawasan perairan sekitar Teluk Bayur juga merupakan habitat kura-kura. Minyak sawit akan masuk ke dalam paru-paru mamalia dan reptil laut sehingga menyebabkan keracunan dan mati.
“Bioplankton dan mikroorganisme laut yang ada di permukaan akan langsung mati dan ini akan berpengaruh terhadap ikan-ikan yang ada di sekitar perairan ini dan tentunya akan menganggu rantai makanan bagi ekosistem di sana,” jelasnya.
Lebih jauh Uslaini mengatakan, cemaran minyak sawit juga akan mempengaruhi jenis burung yang selama ini mencari ikan sebagai sumber makanan mereka di kawasan ini. Mereka akan memakan ikan yang sudah keracunan atau tercemar minyak sawit sehingga burung camar atau bangau akan ikut teracuni.
“Cemaran minyak kelapa sawit ini berpotensi melebar karena berada di permukaan sehingga mudah dibawa arus laut apalagi kondisi cuaca di Kota Padang saat ini hujan dan berangin kencang. Hal ini tentu akan mempengaruhi kerja tim dalam membersihkan tumpahan minyak sawit ini,” katanya.
Uslaini mengatakan, terkait dengan kelalaian perusahaan dalam mengelola usahanya sehingga menimbulkan pencemaran, pemerintah provinsi perlu bertindak tegas untuk mengevaluasi izin lingkungan yang dimiliki oleh perusahaan. Perlu segera dilakukan review terhadap dokumen lingkungan perusahaan khususnya dalam hal pencegahan dan pengendalian dampak lingkungan dari usaha perusahaan.(Yendra)