Oleh : @Kajete
Keberadaan “bupati/walikota malam” merupakan fenomena yang sangat serius dan perlu disoroti. Ini bukan lagi soal bupati/walikota yang bekerja di malam hari, melainkan tentang adanya intervensi atau pengaruh di luar sistem resmi yang berusaha mengendalikan kebijakan bupati ataupun walikota.
Jika kita simak beberapa kejadian masa lalu di daerah kita Payakumbuh ataupun kabupaten Limapuluh Kota. Kita akan temukan definisi “bupati/walikota malam” adalah : individu atau kelompok yang berupaya mengendalikan bupati/walikota dalam penetapan kebijakan, terutama terkait penetapan kepala dinas hingga Kabag dan Kabid disatu dinas, badan/instansi dan proyek di lingkungan pemerintah, bahkan tidak tertutup seorang Bupati/walikota malam mampu mempengaruhi kebijakan seorang Bupati ataupun Walikota dan hal ini mengindikasikan praktik yang sangat tidak sehat dalam tata kelola pemerintahan yang baik.
Potensi Masalah dan Implikasi “Bupati/Walikota Malam”
Fenomena Bupati/Walikota malam ini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang serius, antara lain :
Penyalahgunaan Wewenang dan KKN : Intervensi semacam ini sangat rentan mengarah pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Kebijakan yang seharusnya didasarkan pada kepentingan publik dan profesionalisme bisa dibelokkan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Pengangkatan Pejabat Tidak Profesional : Jika kepala dinas dipilih berdasarkan intervensi “bupati/malam” dan bukan berdasarkan kompetensi serta meritokrasi, kinerja pemerintahan daerah akan terganggu sekaligus pengabaian terhadap karir ASN. Ini bisa menghambat pembangunan dan pelayanan publik.
Proyek Fiktif atau Mark-up : Pengendalian terhadap proyek pemerintah dapat menyebabkan proyek-proyek yang tidak diperlukan, penggelembungan anggaran (mark-up), atau bahkan proyek fiktif yang merugikan keuangan daerah dan masyarakat.
Kecurigaan Publik dan Hilangnya Kepercayaan : Adanya pihak-pihak yang bermain di balik layar akan menimbulkan kecurigaan dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan bupati dan institusi pemerintah daerah secara keseluruhan.
Pelanggaran Hukum : Praktik ini bisa melibatkan pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan jabatan, gratifikasi, penyuapan, hingga tindak pidana korupsi.
Diakreditasi Birokrasi : Pegawai negeri sipil (PNS) yang profesional bisa merasa tertekan atau terpinggirkan jika keputusan penting diambil di luar jalur resmi dan berdasarkan kepentingan “bupati/walikota malam”.
Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas
Untuk mengatasi fenomena Bupati/walikota malam semacam ini, transparansi dan akuntabilitas adalah kunci utama. Sistem pemerintahan yang baik harus memastikan :
- Proses Seleksi Jabatan Terbuka : Pengangkatan kepala dinas dan pejabat lainnya harus melalui proses seleksi yang transparan, kompetitif, dan berbasis meritokrasi (sistem yang menilai berdasarkan kemampuan dan kinerja).
- Pengawasan Proyek Ketat : Proses perencanaan, tender, pelaksanaan, dan pengawasan proyek pemerintah harus dilakukan secara terbuka dan diawasi ketat oleh berbagai pihak, termasuk masyarakat dan lembaga pengawas independen.
- Partisipasi Publik : Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan pengambilan keputusan dapat menjadi benteng untuk mencegah praktik-praktik terlarang.
- Penegakan Hukum yang Tegas : Aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan, Kepolisian) harus proaktif menindak setiap indikasi intervensi ilegal dan penyalahgunaan wewenang.
Secara keseluruhan, fenomena “bupati/walikota malam” adalah ancaman serius terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Tidak dapat dipungkiri Keberadaan “bupati/walikota malam” adalah indikator adanya “mafia proyek” atau “mafia birokrasi” yang harus diberantas demi kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat.
“ TIDAK KELIHATAN BUKAN BERARTI TIDAK ADA “