Sumbartime – Selandia Baru, Denmark, Finlandia, dan Swedia secara konsisten menduduki peringkat teratas dalam Indeks Persepsi Korupsi dan dianggap sebagai negara yang paling sedikit Korupsi.
Lalu bagaimana negara-negara ini berhasil mengendalikan korupsi.
Penulis pun penasaran dan mencari tahu dari beragam sumber dan referensi di internet.
Yang pertama
Penegakan hukum yang kuat dan keterbukaan publik menjadi kunci bagi negara ini untuk tetap menjaga negara nya dari tindakan merugikan negara.
Temuan awal negara seperti Finlandia, Denmark, dan Swedia menunjukkan bahwa “sistem integritas” berfungsi relatif baik di negara-negara ini.
Lalu apa sebenarnya membuat “sistem integritas nasional” mereka lebih efektif?
Jawabannya?
Pertama
Ialah komitmen yang kuat terhadap anti-korupsi oleh pemimpin politik, Finlandia, Swedia, Denmark, dan sebagian Selandia Baru semuanya memiliki seperangkat karakteristik umum yang biasanya berkorelasi dengan tingkat korupsi yang lebih rendah.
Jadi kunci utama ialah komitmen kuat dan tertanam dari seorang pemimpin bahwa korupsi ialah tindakan kotor dan tidak seharusnya di pelihara dan dilakukan.
Kedua
Kebebasan pers berkorelasi positif dengan pengendalian korupsi di negara demokrasi yang telah mapan. Finlandia, Denmark, Swedia, dan Selandia Baru semuanya memiliki PDB per kapita yang tinggi, tingkat ketidaksetaraan rendah, tingkat melek huruf mendekati 100%, dan mengutamakan isu hak asasi manusia (misalnya, kesetaraan gender, kebebasan informasi).
Transparansi dan Komitmen, Informasi Keterbukaan Publik menjadi kunci dalam hal keterbukaan pemerintah dan efektivitas dan tentu saja akan mudah dipercayai oleh masyarakat.
Negara-negara yang berkinerja baik biasanya memiliki tradisi panjang dalam keterbukaan pemerintah, aktivisme warga, dan kepercayaan sosial, dengan mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang kuat yang memungkinkan warga memonitor politikus mereka dan menghukum mereka atas tindakan dan keputusan mereka.
Dari data dan fakta diatas dapat kita dapati kesimpulan dan pelajaran apa membuat negara tersebut berhasil menerapkan komitmen untuk pemberantasan Korupsi :
- Pengungkapan keterbukaan informasi anggaran menutup pintu kebocoran dan penyalahgunaan dana publik. Oleh karena itu negara seharusnya berupaya mempromosikan pengungkapan informasi serta meningkatkan partisipasi warga dalam seluruh proses anggaran.
- Kode etik yang kuat terhadap pejabat negara atau pegawai negeri. Negara seperti Denmark mengharuskan menteri untuk mempublikasikan informasi tentang pengeluaran mereka dalam perjalanan dan pemberian hadiah setiap bulan hal ini bisa jadi pelajaran serta pencegahan terhadap pengungkap risiko korupsi dalam pengadaan publik, regulasi politik (partai) yang efektif, dll.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia berada di peringkat 96 dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK), bersama dengan Brasil, Lesotho, dan Turki dari total 180 negara di dunia. Skor Indonesia mencapai 38, naik satu poin dibanding tahun sebelumnya. Tentu saja, ini bukan prestasi yang membanggakan.
Terbaru terungkap nya praktek korupsi di kementan yang viral di media sosial serta masih sering melihat berita mengenai penangkapan koruptor, dan hal ini tampaknya tidak akan berakhir.
Dampaknya sangat dirasakan akibat korupsi ialah seperti perekonomian yang terganggu, layanan publik dan kesehatan yang buruk, serta pembangunan yang terhambat. Korupsi juga menjadi penyebab semakin melebarnya kesenjangan pendapatan dan ketidaksetaraan sosial.
Selama korupsi masih ada di tanah air, akan sulit bagi Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaannya, yaitu melindungi seluruh bangsa Indonesia untuk itulah kita tidak perlu malu untuk belajar pada negara lain tentang bagaimana korupsi bisa hilang dimasa dari bangsa kita
Penulis : Trio Muharis