Sumbartime-Beberapa hari yang lalu ketika saya menulis tentang pokok pikiran (POKIR) DPRD di Limapuluh Kota, lengkap dengan segala persoalan serta fakta yang terjadi di lapangan, banyak beragam tanggapan yang masuk datang kepada saya.
Namun sebagai salah satu Kepala Daerah, saya berkewajiban untuk menjalankan amanah yang telah diberikan oleh masyarakat Liko kepada Irfendi Arbi sebagai Bupati dan saya Ferizal Ridwan sebagai Wakil Bupati untuk menjalankan roda pemerintahan dengan sebaik baiknya.
Terkait masalah Pokir, sebenarnya pokok-pokok pikiran DPRD sudah ada sejak lama, walaupun tidak menggunakan nomenklatur yang lain yaitu “penjaringan aspirasi masyarakat”.
Jika dilihat dari Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Tata Tertib DPRD. Maka dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi beberapa kali perubahan regulasi.
PP 1/2001 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya di diganti menjadi PP 25/2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan PP 25/2004 direvisi menjadi PP 53/2004 serta sekarang yang masih berlaku PP 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 25(e) PP 1/2001 DPRD mempunyai kewajiban: memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaikan.
Selanjutnya , Pasal 36 (f) PP 25/2004 menyatakan Anggota DPRD mempunyai kewajiban: menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanluti aspirasi masyarakat;
Dan Pasal 55 PP 16/2010, Badan Anggaran mempunyai tugas: memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD (pokir) kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.
Jadi pada prinsipnya sejak awal sudah ada tugas DPRD maupun anggota DPRD terkait dengan aspirasi masyarakat. Tetapi era PP 16/2010 hal tersebut dipertegas dari sisi ruang lingkup dan pelaksananya yaitu menjadi tugas Badan Anggaran.
Namun dari semua payung hukum yang menyebutkan terkait soal POKIR di atas, tidak ada satupun yang menjelaskan secara rinci bagaimana menyusun pokir? Kapan mulainya? Siapa saja yang terlibat dalam penyusunan pokir?
Kalau kita mengacu kepada Kepmendagri 29/2002, pasal Pasal 17(2), menang sudah terdapat tentang kata ” penjaringan aspirasi masyarakat”. Akan tetapi Penjaringan aspirasi masyarakat itu sudah tidak diadop lagi di PP 58/2005 dan Permendagri 13/2006.
Jadi, intinya, di dalam Kepmendagri 29/202 tidak ditegaskan bahwa itu harus DPRD yang melaksanakan, tetapi Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD saat menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD. Kepmendagri 29/2002 juga tidak pernah menjelaskan lebih detail terkait penjaringan aspirasi masyarakat tersebut.
Dari hasil kajian pengetahuan serta payung hukum tersebut, Pokir DPRD ternyata diatur pada Permendagri 54/2010 tentang pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan, tatacara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Artinya yang semula pokir DPRD atau aspirasi masyarakat diberi ruang saat penganggaran APBD (Kepmendagri 29/2002) saat ini di alihkan ketika perencanaan (Permendagri 54/2010).
Dengan kata lain, Pokir dapat ditampung pada saat perencanaan atau penyusunan RKPD dan bukan saat penganggaran RKA-SKPD. Dapat dikatakan menurut PP 16/2010, DPRD hanya bisa mengatur memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dan paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.
Jika diperhatikan lebih jauh, bahwa pokir DPRD berasal dari hasil reses DPRD. Sedangkan reses DPRD setahun dilaksanakan 3 kali setahun. Bagaimana hal ini disinkronkan dengan penyusunan RKPD induk dan perubahan sehingga hasil reses bisa diakomodir dalam program dan kegiatan baik APBD Induk mapun perubahan.
Permendagri 54/2010 menyatakan Penelaahan Pokok-pokok Pikiran DPRD yaitu penelaahan kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan hasil rapat dengan DPRD, seperti rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses.
Pokok-pokok pikiran DPRD memuat pandangan dan pertimbangan DPRD mengenai arah prioritas pembangunan serta rumusan usulan kebutuhan program/kegiatan yang bersumber dari hasil penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD tahun sebelumnya yang belum terbahas dalam musrenbangdan agenda kerja DPRD untuk tahun rencana. Penelaahan dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan dijadikan sebagai masukan dalam perumusan kebutuhan program dan kegiatan pada tahun rencana berdasarkan prioritas pembangunan daerah.
Namun secara ringkas, dapat kami simpulkan, fakta yang terjadi dilapangan, selalu POKIR itu masuk menjelang ‘detik detik’ pembahasan anggaran APBD. Bahkan dalam prakteknya, apa yang dinamakan POKIR itu, kami banyak mendapatkan isu miring tentang adanya dugaan bermainnya para oknum Dewan yang seakan memaksa, mengintervensi, menentukan rekan kerja dari pelaksanakan Pokir itu sendiri. **
** Penulis adalah Wakil Bupati Limapuluh Kota.