Limapuluhkota, sumbartime.com — Proses perencanaan untuk kelanjutan pembangunan yang berkesinambungan khususnya terhadap penataan ruang di daerah cenderung tidak satu arah. Situasi ini dinilai terjadi akibat tidak adanya sinkronisasi terhadap format data serta pemetaan di masing-masing instansi atau lembaga pemerintahan.
Hal diatas diutarakan Wakil Bupati Limapuluh Kota, Ferizal Ridwan, ketika mengikuti sesi dialog tanya-jawab bersama perangkat kecamatan, nagari dan para tokoh masyarakat di Masjid Muslimin, Nagari Pangkalan, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Rabu (14/6) malam.
Kedatangan wabup ke Nagari Pangkalan dalam rangka mengikuti kegiatan Tim Safari Ramadhan. Selain wabup selaku ketua Tim II, turut hadir sejumlah pejabat, sekretaris Dinas PU dan Penataan Ruang, Yulianto, Camat Pangkalan Koto Baru, Kasubag Humas, Marjohan, Kasi Trantib Satpol PP, Adriwan, Kabid Perikanan hingga para staf Kesra dan Humas.
Di hadapan para jemaah, Wabup Ferizal memaparkan, timbulnya konflik pemanfaatan lahan baik untuk pembangunan infrastuktur/fasilitas umum, maupun persoalan tanah ulayat di nagari lebih disebabkan tidak adanya basis data atau peta Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang sama di instansi pemerintah sebagai acuan penetapan status dan perizinan lahan.
“Untuk itu, dengan sudah ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta olek pemerintah pusat, OPD kita maupun pemerintah nagari, seyogianya sudah harus menindaklanjutinya dengan melakukan pemetaan ulang,” terang Ferizal.
Penetapan PP tersebut, katanya, dimaksudkan sebagai upaya penyelesaian konflik pemanfaatan ruang dalam rangka mendorong penggunaan IGT. Kebijakan satu peta sangat berguna khususnya untuk penyelesaian konflik pemanfatan lahan, termasuk tanah ulayat.
Di Limapuluh Kota, tambah Ferizal, persoalan konflik lahan cukup banyak terjadi karena situasi sistem pendataan yang ego sektoral. Semisal antara pemerintah dengan swasta, masyarakat umum, maupun kaum adat. Pembangunan fasilitas umum untuk kebutuhan umum juga kerap bersentuhan dengan lahan masyarakat maupun tanah ulayat.
Ferizal mengaku, konsep penjaminan ketersediaan tanah/lahan untuk tujuan kesejahteraan masyarakat yang diamanatkan oleh PP Nomor 9 tahun 2016, sebenarnya sudah tertuang di dalam visi-misi ketika pencalonan pasangan kepala daerah Irfendi Arbi-Ferizal Ridwan, yakni terkait konsep ‘Bank Tanah’.
“Perlu saya jelaskan, bahwa ‘Bank Tanah’ itu adalah sebuah konsep kebijakan guna memastikan ketersediaan tanah buat pembangunan. Karena konsep ini sejalan dengan UU Nomor 5tahun 1990 tentang Agraria, dimana ketersediaan lahan lebih diprioritaskan bagi kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Selain ke seluruh OPD, ia meminta kepada perangkat nagari beserta Bamus dapat menindaklanjuti PP tentang Kebijakan Satu Peta dalam bentuk Peraturan Nagari (Pernag). Seperti, Pernag tentang pemanfaatan lahan bagi kawasan pendidikan, kawasan olahraga atau pun sarana ibadah/keagamaan.
Wabup mencontohkan, seandainya ada tanah masyarakat nagari yang tidak produktif atau tidak diolah selama 2 tahun, Nagari bisa membuat aturan, sehingga tanah tersebut akan diambil-alih pengelolaannya oleh BUM-Nag, kelompok tani atau masyarakat miskin.
“Ini sekaligus bisa menjadi peluang untuk mendatangkan inkam bagi pendapatan nagari (PAN), pendapatan bagi kesejahteraan umum, disamping kita membudayakan keharusan pemanfaatan lahan produktif kepada masyarakat. Jangan ada lagi, potensi lahan yang tidak terkelola atau menjadi objek konflik. Ini perlu kita pikirkan ke depan,” tukas Ferizal Ridwan. (ARY/Rel)