Sumbartime – Pihak yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, akhirnya memecat oknum ustaz yang diduga mencabuli puluhan santri. Pelaku berinisial R (29), yang juga merupakan kepala asrama, diduga telah melakukan sodomi terhadap 30 santri laki-laki. Selain itu, ada pelaku lain berinisial AA (23) yang mencabuli 10 anak. Kedua pelaku saat ini telah ditahan oleh Polresta Bukittinggi.
Ketua Yayasan Syekh Sulaiman Arrasuli yang menaungi MTI Canduang, Syukri Iska, menyatakan bahwa keputusan untuk memberhentikan oknum ustaz tersebut diambil setelah kasus ini mencuat dan pelaku mengakui perbuatannya. Menurutnya, tindakan tegas ini diambil karena kasus tersebut sudah ditangani oleh pihak kepolisian dan pelaku telah dikategorikan sebagai tersangka.
Karena sudah ditangani pihak kepolisian, sudah mengaku dan dikategorikan tersangka, kami memutuskan memberhentikannya sebagai guru di sekolah dan pembina di asrama,” kata Syukri dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (26/7).
Syukri Iska menyampaikan penyesalan mendalam atas kejadian tersebut. Ia menegaskan bahwa perbuatan tak senonoh ini benar-benar di luar dugaan pihak sekolah dan yayasan, serta membuat mereka sangat terkejut. Yayasan menegaskan komitmennya untuk menjaga integritas dan keamanan santri di lingkungan pendidikan mereka.
“Kami sedang syok semua. Kami sedang berusaha membesarkan lembaga, tapi ada juga yang merusak,” sambungnya lagi.
Sebelumnya, Polresta Bukittinggi telah menggelar konferensi pers kasus dugaan pencabulan terhadap puluhan santri di Ponpes MTI Canduang Agam pada hari ini.
Kapolresta Bukittinggi Kombes Pol. Yessi Kurniati menyebut, jumlah korban puluhan orang. Dugaan pencabulan ini telah dilakukan sejak tahun 2022. Korban laki-laki semua. Sudah terjadi sodomi dibuktikan dari hasil visum.
Modusnya anak dipanggil minta tolong dipijit, saat dipijit pelaku beraksi. Kalau korban menolak diancam akan tinggal kelas.
“Sudah terjadi sodomi, dari hasil visum, tapi ada juga yang diraba, modus anak dipanggil minta tolong dipijit. Saat dipijit dia beraksi, kalau anak tidak mau diancam,” demikian keterangan Kapolresta Bukittinggi dalam jumpa pers, Jumat sore (26/7).
Kasus ini menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, terutama mengingat besarnya jumlah korban dan dampak psikologis yang ditimbulkan. Pihak kepolisian dan yayasan berharap agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa depan, dan mereka akan memperketat pengawasan serta memberikan dukungan penuh kepada para korban.(R)