Sumbartime – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengumumkan bahwa hakim konstitusi Saldi Isra tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim dalam konteks dissenting opinion yang disampaikannya dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Keputusan ini diumumkan oleh Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, di Gedung MK RI, Jakarta.
“Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion),” ungkap Jimly Asshiddiq saat membacakan keputusannya.
Namun, Saldi Isra dan hakim konstitusi lainnya dinyatakan terbukti bersama-sama dalam kebocoran informasi rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan pembiaran praktik benturan kepentingan dalam penanganan perkara.
Sebagai sanksi, Majelis Kehormatan memberikan teguran lisan secara kolektif kepada Saldi Isra dan hakim konstitusi lainnya. Saldi Isra menyatakan pandangannya yang berbeda terkait dengan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, dan keputusan MKMK menekankan pentingnya independensi personal dan kemerdekaan hakim konstitusi dalam menyampaikan dissenting opinion.
Dalam konteks putusan MKMK ini, terdapat beberapa pihak, seperti Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), Advokat Lingkar Nusantara (Lisan), Lembaga Bantuan Hukum Cipta Karya Keadilan, dan Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, yang mengajukan laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Putusan MKMK tersebut merespons permintaan tersebut pasca-putusan MK yang mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah. Salah satu pokok dissenting opinion Saldi Isra adalah perubahan sikap hakim konstitusi dalam pemutusan perkara tersebut, yang dianggapnya aneh dan luar biasa.(R)