Sumbartime.com,- Bupati Limapuluh Kota, Safarudin terlihat melakukan Rapat Koordinasi dengan Partai Pengusung di sebuah Ruangan yang identik dengan Ruangan Rumah Negara (Dinas) Bupati yang berada di Kawasan Labuah Silang Kota Payakumbuh.
Rakor dengan Partai Pengusung tersebut diduga dilakukan Senin Malam 26/7.
Tampak Hadir Ketua DPC Golkar 50 Kota (Putra Mahkota) Doni Ikhlas, Ketua DPC Demokrat Syamsuwirman, Ketua DPD PAN Marsanova Andesra, lalu ada Calon Wakil Bupati Darman Sahladi dan tentunya “Sang Pemilik rumah” (King) Safarudin.
Disamping itu dalam poto-poto yang tersebar luas juga terlihat Kader-kader Partai dari ke 3 Partai Pendukung, bahkan Anggota DPRD 50 Kota yang baru saja dilantik juga tertangkap kamera.
Yang menjadi sorotan bukanlah Rakornya, Namun tanpa rasa bersalah Bupati 50 Kota terlihat tega menyelewengkan Fungsi Rumah Negara tersebut untuk kepentingan Pribadi dan Kelompok.
Namun demikian, selama berkampanye, para pejabat tersebut dilarang menggunakan fasilitas negara. Larangan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Fasilitas negara yang dilarang digunakan pejabat untuk kepentingan kampanye, mulai dari mobil hingga rumah dinas. Perinciannya yaitu:
- Sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya;
- Gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik pemerintah, milik pemerintah provinsi, milik pemerintah kabupaten/kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan;
- Sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/ telekomunikasi milik pemerintah provinsi/kabupaten/kota, dan peralatan lainnya; dan fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Ancamannya ;
“Setiap pelaksana dan/atau tim kampanye pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah),” bunyi Pasal 493 UU Pemilu.
Aturan lainnya, presiden dan wakil presiden serta pejabat negara dan pejabat daerah yang ikut kampanye pemilu harus menjalani cuti di luar tanggungan negara. “Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah,” demikian Pasal 281 ayat (2).
UU Pemilu juga mengatur pihak-pihak yang dilarang ikut berkampanye. Merujuk Pasal 280 ayat (2), berikut pihak yang tak boleh ikut dalam kampanye pemilu:
- Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
- Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
- Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
- Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
- Aparatur sipil negara; Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- Kepala desa;
- Perangkat desa;
- Anggota badan permusyawaratan desa;
- dan Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.(Tim)