• AD ART Sumbartime.com
  • Advertorial
  • Disclaimer
  • Home
  • Home
  • Iklan
  • Pedoman Berita
  • Redaksi Sumbartime.com
  • Sitemap
  • Tentang Kami
  • Visi Misi
Sumbartime.com
Advertisement
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Sumbartime.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Sumbar
  • Peristiwa
  • Kriminal
  • Nasional
  • Opini
  • Pemerintahan
  • Video
  • Wisata
ADVERTISEMENT
Home Cerbung

TIKAM SAMURAI 89

Sumbar Time by Sumbar Time
30 Juni 2020
in Cerbung, Tikam Samurai
A A
0
0
SHARES
151
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
ADVERTISEMENT

SUMBARTIME.COM-Dan berikutnya, tongkat itu menghajar kepala mereka. “prakk! Prakk!” dua hentakan keras melanda kening. Dan kening mereka benjol sebesar telur. Penompang-penompang yang telah menjulurkan kepalanya kembali, jadi kaget dan kagum melihat kecepatan lelaki ini.

ADVERTISEMENT

“Pergilah, sebelum kepala kalian makin besar oleh benjolan-benjolan…” lelaki itu berkata lagi, masih dengan suara tenang. Dan kini, keberanian kedua lelaki itu ambruk. Meleleh seperti ingus. Dan mereka ngeloyor pergi. Tapi di pintu belakang, mereka berhenti, yang bersuara gagak berkata “Awasa kau! Awas kau!”

ADVERTISEMENT

Hanya itu, kemudian dia bergegas pergi.vLelaki itu hanya menatap dengan matanya yang sayu. Lalu mendudukkan perempuan tua itu ke bangkunya.
Dan dia tersenyum pada gadis yang duduk dekat jendela. Tapi senyumnya beku tiba-tiba. Gadis itu, yang sejak tadi meperhatikannya tiba-tiba juga jadi pucat. Mereka saling pandang kaget.

“Kau….?’ Kata lelaki itu yang tak lain dari si Bungsu itu pada si gadis.
“Anda…?’ suara gadis itu serak. “Engkau yang di penginapan Asakusa…?” Tanya si Bungsu. “Ya…sayalah itu…” gadis itu berkata perlahan sambil matanya yang basah tak lepas-lepas menatap si Bungsu. perlahan dia bangkit.

BacaJuga

TIKAM SAMURAI 260 (TAMAT)

14 Februari 2021

TIKAM SAMURAI 259

22 Agustus 2021

TIKAM SAMURAI 258

22 Agustus 2021

“Engkau menyelamatkan aku kembali. Domo arigato gozaimasu…” kata gadis itu membungkuk. Si bungsu menarik nafas. Lega dia. Tersenyum.
“Siapa namamu…?” tanyanya.
“Michiko…”
“Michiko, …ya Michiko…” kata si Bungsu mengulang. Para penompang melihat saja kejadian itu dengan heran.

Heran dan kagum menyaksikan seorang gadis Jepang yang cantik ngomong dengan lelaki asing yang gagah. “Dimana anda duduk…? Tanya Michiko. Si Bungsu memalingkan kepalanya ke depan. “Di sana, di bangku paling depan…” katanya sambil menunjuk ke bangku tiga deret di depan tempat Michiko. “Maaf, saya belum tahu nama anda…”
“Oh ya, nama saya si Bungsu…”

“Bungsu-san terimakasih banyak atas budimu. Dua kali anda menolong saya….”
“Hei, bangku saya kebetulan kosong di depan sana. Hanya saya sendiri. Anda mau pindah ke sana?” Wajah Michiko berseri. Dia mengangguk.
Si Bungsu juga tersenyum. Lalu menoleh pada ibu tua dan pegawai pamong yang duduk di sebelah Michiko.

“Saya harap ibu dan tuan senang duduk disini…” katanya perlahan.
“Terimakasih banyak nak… anda mahir berbahasa Jepang. Saya yakin anda bukan orang sini. Anda orang Malaya?” perempuan tua itu bicara.
“Tidak, Watashi wa Indonesia-jin desu…” “Aa, Indonesia-jin desu….” Ulang perempuan itu.

Dan Michiko juga baru tahu, bahwa pemuda yang menolongnya ini adalah orang Indonesia. Perempuan itu mengucapkan terimakasih kembali. Demikian juga pegawai pamong yang perutnya kena schak oleh kaki si kurus jailangkung tadi.
===++===
Michiko yang ternyata berpergian sendirian lalu pindah ke tempat si Bungsu di depan. Si Bungsu membawakan tasnya. Para penompang pada mengangguk memberi hormat ketika dia lewat di dekat mereka. Si Bungsu membalas mengangguk dan tersenyum. Para penompang saling berbisik.
Orang Indonesia. Bukankah itu adalah negeri yang dijajah oleh tentara kita enam tahun yang lalu, bisik mereka.

Kini anak muda dari negeri itu datang menolong tiga penduduk Jepang yang akan dianiaya oleh penduduk Jepang lainnya? Si Bungsu meletakkan tas Michiko di rak bagasi di depan mereka. Di sisi ransel lusuhnya. Dia menyilahkan Michiko duduk dekat jendela. Kursinya memang kosong. Dia duduk di samping gadis itu. Michiko menatap pada si Bungsu. dia seperti tak yakin akan pertemuan ini.

“Kemana saja engkau setelah peristiwa di Asakusa itu?” tanya si Bungsu.
“Saya…saya…” Michiko menunduk. Akan dia katakankah bahwa setelah dilepas oleh Polisi Militer Amerika dulu dia lalu mencari si Bungsu?
Ah, dia jadi malu. “Untuk beberapa hari saya masih di sana. Tapi hari ke enam, saya lalu ke tempat bibi di kota Hamamatsu”
“Oh, engkau naik di stasiun Hamamatsu pagi tadi?”
“Ya, saya naik di sana..” “Kota kecil sebelum danau Hamana?”
“Ya, disanalah saya selama ini…”

Si bungsu mengangguk. Dia jadi mengerti kenapa selama dua bulan usaha pengacara Yamada untuk mencari gadis ini tak pernah berhasil. Rupanya dia sudah berada ratusan kilometer dari Tokyo. Di sebuah kota kecil yang tak begitu dikenal. Peluit kereta api terdengar memekik. “Kereta akan berangkat” kata Michiko. Mereka sama menoleh lewat jendela ke luar. Teluk Atsumi kelihatan indah dalam udara sore yang merah. Burung-burung camar kelihatan terbang berkelompok.

Terbang rendah, tiba-tiba seekor menukik terjun ke air. Lalu tiba-tiba membubung ke udara.

“Itu teluk Atsumi….” Kata Michiko perlahan takkala sebuah sampan nelayan bergerak di puncak ombak dengan layar yang berwarna kuning.
“Alangkah indahnya….” Kata si Bungsu. Michiko menoleh. Dan tiba-tiba wajahnya berhadapan dengan wajah si Bungsu yang tetap melihat ke teluk. Jarak wajah mereka hanya sejengkal. Si Bungsu tertegun.

Mata Michiko yang hitam bersinar, hidungnya yang mancung dengan anak-anak rambut keluar dari balik penutup kepala yang terbuat dari bulu binatang. Gadis ini adalah salah satu diantara sekian gadis Jepang yang cantik.Mereka bertatapan. Michiko menatap mata si Bungsu tepat-tepat.
Pemuda ini, bermata hitam dengan sinar yang teguh, beralis tebal dengan rambut yang juga tebal hitam, adalah pemuda asing yang telah dua kali menyelamatkan dirinya.

Dulu, ketika dia selamat dari perkosaan tentara Amerika di Asakusa, seminggu lamanya dia memutari kota Tokyo. Mencari pemuda ini. Dan dengan kecewa dia akhirnya pergi ke tempat bibinya di kota Hamamatsu.
Dan di tempat bibinya itu, selama beberapa bulan, dia tak bisa melupakan wajah anak muda ini. Seorang yang berwajah murung, bermata sayu tapi kukuh, berkulit hitam manis yang entah kenapa tak bisa dia lupakan.
Kini anak muda itu ada sejengkal di depannya.

“Bungsu-san,…. “ katanya perlahan dari jarak sejengkal itu, tanpa melepaskan tatapan matanya dari wajah si Bungsu. “Michiko-san…” jawab si Bungsu perlahan. “Terimakasih atas budimu padaku. Di Asakusa dan kini di Gamagori…”
“Tak usah dipikirkan…”
“Masih ingat ketika engkau bertanya tentang kereta yang akan ke Shibuya?”

Tentu saja si Bungsu ingat. Peritiwa itu terjadi di daerah Ginza. Dia akan mencari Kenji ke Shibuya. Dan dia bertanya pada seorang gadis, kereta mana yang akan menuju Shibuya. Gadis itu tak segera menjawab. Melainkan menatap dahulu pada dirinya. Ketika itu diketahuinya bahwa pemuda yang bertanya itu adalah orang asing, yang nampaknya dari Malaya atau Philipina atau Indonesia, dia lalu membuang muka dan melanjutkan perjalanan tanpa menjawab pertanyaannya.

Dan dua hari setelah itu, ternyata gadis itu di selamatkan di Asakusa!
“Masih ingat?” tanya Michiko. Tanpa memindahkan tatapan matanya dari mata Michiko si Bungsu mengangguk dan tersenyum kecil.
“Saya menyesal…maafkan saya Bungsu-san…” Michiko berkata perlahan. Di sudut matanya ada air menggenang. Bungsu tersenyum dan berkata lembut.

“Jangan dipikirkan. Lupakanlah…” Tiba-tiba Michiko menyandarkan kepalanya ke bahu si Bungsu. Bungsu jadi gugup dan berdebar. “Tenanglah…’ katanya sambil memegang rambut Michiko yang keluar dari balik topi bulu binatangnya. Perlahan Michiko mengangkat wajahnya kembali. Mereka bertatapan lagi. Perlahan si Bungsu menghapus air mata di pipi Michiko dengan jari-jari tangannya.

“Domo arigato….” Kata Michiko. “Lihatlah keluar sana, indah sekali. Negerimu sangat indah…” kata si Bungsu. michiko menoleh keluar. Kemudian menoleh lagi pada si Bungsu. Dia tersenyum. “Belum juga berangkat kereta ini?” tanya si Bungsu. “Ya, biasanya sudah berangkat..” jawab Michiko. Ucapan mereka baru saja habis takkala Kondektur dengan wajah pucat datang bergegas pada mereka.

“Larilah… me…mereka datang…!” Kondektur itu bicara gugup pada si Bungsu. si Bungsu dapat segera menebak bahwa yang datang itu adalah komplotan lelaki tadi yang kalau tak salah dengar ada penompang yang bilang bahwa mereka dari komplotan Kumagaigumi. Michiko jadi pucat. Penompang yang lain juga pada panik. Namun belum satupun yang sempat mereka perbuat ketika empat lelaki berwajah tak menyedapkan naik ke Kereta Api itu. Dan langsung ke gerbong dimana si Bungsu dan Michiko duduk.

Ke Empat lelaki itu tiba-tiba saja sudah tegak di gang di depan si Bungsu.
Satu diantaranya adalah yang kurus seperti jailangkung. Yang giginya rontok dua buah digetok hulu samurai si Bungsu tadi.
“Dialah jahanam itu….” Kata lelaki tersebut dengan suaranya yang mirip suara gagak.

Seorang lelaki bertubuh sedang, dengan samurai di tangan kiri, bermata sipit berambut gondrong, yang nampaknya boss diantara yang empat orang itu, menatap dengan mengerenyitkan matanya pada si Bungsu.
“Dia?” tanyanya dengan nada tak percaya. Sementara mulutnya masih tetap kemat-kemot mengunyah sesuatu.

“Ya, dialah anjing itu…” pekik si Kurus. Michiko memegang tangan si Bungsu. memegang tangan kirinya. Sementara keempat bajingan itu berada di sebelah kanan mereka. “He, kau, berdiri…!” perintah lelaki itu.
Suaranya mirip geraman harimau. Si Bungsu berdiri. Michiko yang akan berdiri dia suruh tetap duduk. “Tetaplah duduk Michiko…” katanya sambil menanggalkan pegangan tangan gadis itu dari lengannya.

Dia berdiri. Tegak sedepa dari keempat lelaki Jepang yang menatapnya dengan perasaan heran itu Terutama lelaki yang tengah mengunyah yang nampaknya sebagai pimpinan itu. Dia tak yakin, apakah anak muda asing ini memang sanggup mengalahkan dua orang anak buahnya yang terkenal i

tu.“Apakah engkau tadi yang merontokkan giginya?” lelaki bertubuh sedang itu bertanya sambil tetap mengunyah sesuatu. Nampaknya seperti gula-gula karet, sambil menunjukkan jempolnya pada si kurus kerempeng yang jangkung. “Dia yang minta. Saya telah minta dia untuk pergi baik-baik. Namun dia lebih menyukai giginya rontok…” si Bungsu menjawab seadanya.

Dan hal itu menyebabkan si kurus kerempeng itu menggebrak maju akan menghantam si Bungsu. nampaknya keberaniannya jadi tumbuh dekat teman-temannya ini. Namun gerakan majunya tertahan oleh tangan temannya yang bertubuh kekar.

“Marilah kita sikat dia….” Kata lelaki itu. “Ya, kalian sudahi dia. Dan bawa gadis itu padaku….” Yang mengunyah gula-gula karet itu nampaknya tak mau turun tangan. Pemuda asing itu dia anggap bukan lawannya. Terlalu enteng! Makanya dia menyerahkan hal sepele itu pada ketiga anak buahnya.

Bagaimana dia akan turun tangan? Apakah nama besarnya sebagai si Tangan Besi pimpinan Kumagaigumi kota Gamagori akan dibuat cemar dengan melawan orang asing tak terkenal itu? Ah, itu pekerjaan anak-anak, pikirnya. Ketiga lelaki anggota Beruang Gunung yang bermarkas besar di Osaka itu memang segera turun tangan. Yang lebih dulu maju adalah yang kurus tinggi tadi.

Dia merasa dapat beking kuat dengan kehadiran kedua temannya ini. Dia segera maju menghantam si Bungsu dengan sebuah tendangan yang tadi pernah melumpuhkan pegawai pamong praja itu. Namun si Bungsu juga tak mau kasih hati pada orang Jepang pongah ini. Dari balik mantel tebalnya, samurainya dengan sangat cepat menjulur keluar. Samurai itu tak dia cabut, hanya gagangnya dia hentakkan ke kening si kerempeng itu.

Terdengar suara berdetak ketika kayu gagang samurai itu menghajar kening si kurus. Demikian cepat dan kuatnya hentakkan itu, membuat si kurus tersurut dua langkah. Dan keningnya kini tak hanya bengkak seperti tadi. Tapi juga berdarah! Dan samurai itu kini di pegang dengan tangan kirinya di luar mantel tebalnya oleh si Bungsu. Dia melangkah. Ketiga Jepang itu mundur dengan kaget. Si Bungsu menoleh pada Michiko.
“Tenanglah di sana. Saya akan kembali…”

Berkata begini dia melangkah lagi. Ketiga Jepang anggota Beruang Gunung itu mundur terus. Akhirnya mereka terpepet ke pintu. Salah seorang tiba-tiba maju sambil mencabut samurai. Tapi Jepang ini sungguh bernasib malang. Dia memang sudah lama belajar samurai. Tapi orang dia hadapi adalah “malaikat” nya samurai. Samurai baru terangkat sedikit, ketika dia rasakan perutnya pedih bukan main. Ayunan samurainya terhenti.

Dia melihat ke bawah. Dan wajahnya jadi pucat. Pucat karena kaget dan malu. Celananya telah dibabat putus oleh samurai anak muda itu persis di bawah pusatnya! Celananya terluncur ke bawah. Dan perutnya berdarah. Dan darahnya mengalir hingga ke bawah! Dia lari turun ke jalan. Si Bungsu maju terus. Dan kini mereka tegak di bawah, di depan stasiun kecil di kota Gamagori itu.

Pimpinan mereka tadi, yang telah turun lebih duluan merasa kaget melihat anak buahnya belum juga berhasil menyudahi orang asing ingusan itu.
Peristiwa itu tentu saja menarik penduduk yang memenuhi stasiun tersebut. Mereka secara otomatis membuat lingkaran yang amat lebar.
Angin bersuit panjang membawa udara musim dingin yang menusuk tulang.

Kini dia telah dikepung oleh empat orang. Penduduk hanya melihat dari kejauahan. Ada seorang Polisi dengan pistol di tangan yang menyeruak di antara kerumunan orang ramai. “Hentikan semua i….!” bentakkannya terhenti takkala dia melihat siapa yang sedang mengepung seorang asing itu. “Oh…eh…glep…plzf..” mulutnya berkomat kamit tak menentu. Dan akhirnya dia menyuruk lagi kedalam kerumunan orang ramai itu.

ADVERTISEMENT

Yang dia bentak sebentar ini adalah kepala bandit kelompok Kumagaigumi. Niat hatinya tadi ingin dianggap pahlawan oleh orang banyak. Karena berhasil mengatasi sebuah kericuhan. Tapi kini nyalinya jadi ciut. Dan dia harus menelan pil pahit takkala penduduk mengejeknya. Dia menyuruk dan menghindar dari sana.

Sudah bukan hal yang aneh lagi, bila di kota kecil seperti Gamagori, Nishio, Yaizu, Ena, atau Azuchi di tepi danau Biwa sana, yang berkuasa bukanlah aparat penegak hukum. Melainkan kelompok-kelompok bandit seperti Jakuza dan Kumagaigumi. Demikian berkuasanya mereka, sehingga dengan kekuatan uang dan keuatan fisik mengandalkan jumlah anggota yang banyak mereka bisa saja menggeser kedudukan seorang penguasa kota kecil itu.

Tapi yang paling ditakuti pejabat resmi itu bukanlah tergesernya mereka dari kedudukan. Melainkan teror dan pembunuhan yang tak kenal perikemanusiaan. Orang-orang ini bisa saja menyerang keluarga mereka. Baik siang ataupun malam. Bagaimana kalau suatu saat mereka mendapati anak mereka mati terbenam dalam sumur atau di gilas kereta apai? Nampaknya kecelakaan biasa. Tapi itulah perbuatan kelompok-kelompok bandit ini.

Kedua kelompok bandit ini adalah semacam mafia dari Italia sana. Dan ini membuat para bandit itu memang petentengan serta kurang ajar.
Kini mereka berhadapan. Si Kurus kembali menyerang pertama kali di depan stasiun itu dengan samurainya. Dia maju dengan menghayun tiga langkah ke depan dan tiba-tiba melangkah kekanan dengan cepat sambil memancung ke arah si Bungsu!

Dan pada saat yang sama, ketiga lelaki lainnya membabat dari tiga penjuru.
Peluit kereta berbunyi. Ini adalah kesempatan bagi si masinis untuk berangkat. Roda kereta mulai bergerak. Michiko tertegak.“Bungsu-saaaan …..!” himbaunya sambil menjulurkan kepala ke jendela. Dan saat itulah tangan kanan si Bungsu bekerja! Entah bagimana caranya, entah dari mana mulanya, entah siapa yang lebih dahulu.

Semua terjadi demikian cepat. Bahkan orang-orang yang menatap dengan diam pun tak bisa melihat bagaimana kejadian itu berlangsung satu demi satu. Yang jelas, si kurus tinggi yang memulai serangan itu, robek rusuk kanannya yang terangkat bersama samurai. Yang tadi luka di bawah pusarnya, kena hantam lagi tentang lukanya itu. Perutnya terbosai keluar. Yang satu lagi kena pancung lehernya. Jakunnya putus. Dan darah menyembur dari sana.

Dan terakhir, kepala bandit itu, yang bergelar si tangan besi, tersate di ujung samurai si Bungsu. dengan suatu gerak berputar, si Bungsu menikamkan samurainya ke belakang sambil merendahkan diri di atas lutut kananya. Tikam Samurai! Itulah gerakan Datuk Berbangsa dari Situjuh Ladang Laweh takkala dia mencoba melawan Saburo Matsuyama enam atau tujuh tahun yang lalu. Mata pimpinan Kumagaigumi itu mendelik. Dia rubuh. Semua orang terdiam. Kereta mulai berlari. Bersambung>>>

ADVERTISEMENT
Previous Post

Silahturahmi Berbuah Petaka, Pengurus GP Anshor Kabupaten Sijunjung Diduga Alami Penganiayaan

Next Post

Madina Memanas! Rusuh Terkait BLT, Mobil Wakapolres Dibakar Massa

Sumbar Time

Sumbar Time

Setiap Waktu Bernilai Informasi

BacaJuga

Cerbung

TIKAM SAMURAI 260 (TAMAT)

14 Februari 2021
Cerbung

TIKAM SAMURAI 259

22 Agustus 2021
Cerbung

TIKAM SAMURAI 258

22 Agustus 2021
Cerbung

TIKAM SAMURAI 257

22 Agustus 2021
Cerbung

TIKAM SAMURAI 256

22 Agustus 2021
Next Post
Madina Memanas! Rusuh Terkait BLT, Mobil Wakapolres Dibakar Massa

Madina Memanas! Rusuh Terkait BLT, Mobil Wakapolres Dibakar Massa

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Justictalk ” Ngobrol santai melek hukum”

https://youtu.be/r3p0YSm3qWE
ADVERTISEMENT
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Aviary Terbesar di Asia Tenggara Ada di Kota Bukittinggi Salah Satunya

Aviary Terbesar di Asia Tenggara Ada di Kota Bukittinggi Salah Satunya

7 Juni 2024
Lebih Dari 1000 Orang Mengantri di Rumah Dinas Walikota Bukittinggi

Lebih Dari 1000 Orang Mengantri di Rumah Dinas Walikota Bukittinggi

30 Desember 2023
Ini Dampak Digratiskan Objek Wisata Di Bukittinggi

Ini Dampak Digratiskan Objek Wisata Di Bukittinggi

23 Desember 2023
Viral Membawa Berkah di Objek Wisata Negeri Diatas Awan

Viral Membawa Berkah di Objek Wisata Negeri Diatas Awan

5 Mei 2024
Menjaga Irama Anggaran Bukittinggi di Tengah Dinamika Perubahan

Menjaga Irama Anggaran Bukittinggi di Tengah Dinamika Perubahan

0
Musda DPD PAN Payakumbuh,Empat Nama Diputuskan DPW Menjadi Pimpinan Pengurus DPD PAN Kota Payakumbuh

Musda DPD PAN Payakumbuh,Empat Nama Diputuskan DPW Menjadi Pimpinan Pengurus DPD PAN Kota Payakumbuh

0
Safaruddin Dt. Bandaro Rajo : Bamus DPRD Bukan Hanya Membahas Ranperda SOPD Semata

Safaruddin Dt. Bandaro Rajo : Bamus DPRD Bukan Hanya Membahas Ranperda SOPD Semata

0
MTB JELAJAH GUNUNG BUNGSU BERTABUR HADIAH

MTB JELAJAH GUNUNG BUNGSU BERTABUR HADIAH

0
Menjaga Irama Anggaran Bukittinggi di Tengah Dinamika Perubahan

Menjaga Irama Anggaran Bukittinggi di Tengah Dinamika Perubahan

29 September 2025
Siswi SMP Limapuluh Kota yang Minta Imigrasi Tidak Deportasi Ibunya, Ternyata Ketua OSIS dan Juara Umum, Hidup Mengembalakan Kambing

Siswi SMP Limapuluh Kota yang Minta Imigrasi Tidak Deportasi Ibunya, Ternyata Ketua OSIS dan Juara Umum, Hidup Mengembalakan Kambing

29 September 2025
Wali Kota Absen, Simposium “Bukittinggi Kota Istimewa” Tetap Menggelora

Wali Kota Absen, Simposium “Bukittinggi Kota Istimewa” Tetap Menggelora

28 September 2025
Air Mata di Balik Tawa, Perpisahan Haru Camat Guguk Panjang, Yelrizon

Air Mata di Balik Tawa, Perpisahan Haru Camat Guguk Panjang, Yelrizon

28 September 2025

Berita Terbaru

Menjaga Irama Anggaran Bukittinggi di Tengah Dinamika Perubahan

Menjaga Irama Anggaran Bukittinggi di Tengah Dinamika Perubahan

29 September 2025
Siswi SMP Limapuluh Kota yang Minta Imigrasi Tidak Deportasi Ibunya, Ternyata Ketua OSIS dan Juara Umum, Hidup Mengembalakan Kambing

Siswi SMP Limapuluh Kota yang Minta Imigrasi Tidak Deportasi Ibunya, Ternyata Ketua OSIS dan Juara Umum, Hidup Mengembalakan Kambing

29 September 2025
Wali Kota Absen, Simposium “Bukittinggi Kota Istimewa” Tetap Menggelora

Wali Kota Absen, Simposium “Bukittinggi Kota Istimewa” Tetap Menggelora

28 September 2025
Air Mata di Balik Tawa, Perpisahan Haru Camat Guguk Panjang, Yelrizon

Air Mata di Balik Tawa, Perpisahan Haru Camat Guguk Panjang, Yelrizon

28 September 2025
ADVERTISEMENT
Sumbartime.com

Sumbartime.com -"Setiap Waktu Bernilai Informasi"

Ikuti Kami

  • Redaksi Sumbartime.com
  • Pedoman Berita
  • Disclaimer

© 2024 sumbartime.com - Design By rudDesign.

No Result
View All Result
  • Redaksi Sumbartime.com
  • Pedoman Berita
  • Disclaimer
  • Iklan

© 2024 sumbartime.com - Design By rudDesign.