BUKITTINGGI – Dari jantung kota dingin, Jam Gadang “Sastra Merawat Ingatan, Mengukir Peradaban” semangat literasi di gelorakan pada perayaan Hari Sastra Indonesia.
Malam Sastra, waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB di salah satu cafe pusat kota kelahiran proklamator, Bung Hatta, pada Minggu malam (6/7/2025). Hawa Kota Bukittinggi makin mendingin, terlebih lepas tiupan angin yang tak merata.
Di tongkrongan bernuansa modren dengan pencahayaan kuning itu sekarang siapa pun dapat membaca berbagai karya literasi, berkumpul sambil berdiskusi.
Muhammad Subhan dari padang panjang bertindak sebagai pembaca perdana Orasi Budaya Sastra malam itu, menjadikan seluruh ruangan dengan gemuruh sorak dan tepuk tangan para audiens.
Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Kardelia (10), siswi SD Jamiatul Hujaj Kota Bukittinggi, dengan semangat membacakan puisi karya yang ia tulis sendiri berjudul “Upiak Adel dan Buku Usang di Jam Gadang” aplaus meriah pun tak terhindarkan se isi ruangan itu.
Kota Bukittinggi mencatat sejarah sebagai kota tempat ditetapkannya Hari Sastra Indonesia. Peristiwa yang terjadi pada 24 Maret 2013 silam di Kweekschool, SMAN 2 Bukittinggi dalam sebuah pertemuan para sastrawan nasional.
Pertemuan waktu itu dihadiri Wakil Menteri Pendidikan R.I. Penetapan 3 Juli merujuk pada tanggal lahir Abdoel Moeis; sastrawan, wartawan dan politisi, asal nagari Sungaipuar, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dengan salah satu tulisan nya “Salah Asuhan”.
Penggagas Kegiatan, Asraferi Sabri menyebut, peringatan ini menjadi momentum untuk merayakan dan merenungkan pentingnya sastra dalam kehidupan berbangsa dan berbudaya.
“Kementerian Kebudayaan baru-baru ini juga menggelar acara untuk memperingati Hari Sastra Indonesia ke-12 sekaligus meluncurkan buku tentang perjalanan sastrawan Taufiq Ismail, yang berusia 90 tahun,” katanya.
Refleksi dan Perayaan:
Hari Sastra menjadi momentum untuk merefleksikan peran sastra dalam kehidupan sehari-hari, serta merayakan kekayaan bahasa dan budaya Indonesia.
Pentingnya Glosarium:
Salah satu cara merawat bahasa dan sastra adalah dengan memperkaya glosarium, atau kumpulan kosakata yang memiliki makna mendalam, seperti yang ditulis di Kompasiana.
Sastra sebagai Pemersatu:
Acara-acara sastra diharapkan dapat menjadi media pemersatu dan penginspirasi bagi masyarakat.
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa sastra Indonesia juga terus berkembang dan berupaya untuk menjangkau pembaca global.
(Alex.Jr)