Sumbartime-Pemerintah mewajibkan para pelanggan kartu SIM seluler prabayar melakukan registrasi nomor mereka. Sejak Selasa (31/10), registrasi dilakukan dengan mengirimkan nomor KTP dan Kartu Keluarga (KK) ke 4444. Aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berlaku baik untuk pelanggan SIM card lama maupun baru.
Aturan yang mewajibkan masyarakat meregistrasi ulang kartu SIM prabayar tersebut sudah berjalan efektif beberapa hari, yaitu sejak 31 Oktober 2017. Namun, ada beberapa poin penting yang ternyata masih belum diperhatikan pemerintah.
Ahli Keamanan Siber dari CISSRec, Pratama Persadha, mengatakan bahwa ada beberapa poin yang diabaikan oleh pemerintah terkait kebijakan registrasi kartu SIM. Adapun salah satu poin yang masih terlewati oleh pemerintah tersebut adalah fitur pembatalan atau ‘unregistered’.
Menurut Pratama, saat ini proses registrasi kartu SIM prabayar bersifat final yang memiliki arti bahwa sekali selesai, proses itu tak bisa diganggu-gugat lagi. Hal tersebut dapat mengakibatkan ketika nomor seseorang dipakai orang lain untuk register, orang yang dipakai nomornya tersebut tidak tahu. Saat orang tersebut mau membatalkan proses registrasi tersebut, mekanisme itu tidak ada.
Kekurangan kedua yang jadi sorotan Pratama adalah tidak adanya mekanisme praktis untuk mengganti nomor yang sudah diregistrasi. Sedangkan di negara-negara yang juga mewajibkan penduduknya meregistrasi kartu SIM, mekanisme seperti itu sudah ada.
Pratama berpendepat bahwa ketiadaan dari opsi tersebut merepotkan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan mekanisme untuk mengganti nomor ponsel yang sudah teregistrasi hanya bisa dilakukan dengan mendatangi gerai operator seluler terkait. Sedangkan untuk mendatangi gerai operator seluler tersebut tidak mudah untuk setiap masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia.
“Buat kita yang di Jakarta ini gampang. Coba kalau di Papua, untuk turun ke kotanya saja butuh dua hari mungkin. Maksudnya jangan sampai program pemerintah ini memberatkan masyarakat,” jelas Pratama.
Senada dengan yang disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI, Roy Suryo. Roy menilai pemerintah kurang tegas terhadap operator dalam menjalankan kebijakan ini. Ketidaktegasan itu menurutnya terlihat dari mekanisme registrasi antaroperator seluler yang tak seragam. Hal itu bisa menjadi kendala dalam proses pendaftaran bagi masyarakat.
Rony Bishry, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), mengatakan kebijakan ini sudah digodok selama dua tahun dengan mempertimbangkan segala aspek. Namun ia mengaku masih ada kekurangan-kekurangan seperti yang disebut oleh Pratama dan Roy.
Walaupun masih ada kekurangan dalam kebijakan registrasi kartu SIM tersebut, baik Pratama maupun Roy mendukung kebijakan registrasi kartu SIM ini. Mereka menilai sudah waktunya kebijakan semacam ini diberlakukan seperti halnya di negara-negara lain.
Sebelumnya, ketiadaan dari regulasi yang mengatur registrasi pengguna seluler dikuatirkan sebagai potensi yang bisa disalahgunakan oleh banyak pihak yang tidak berwenang. Hal tersebut diungkapkan Ketua Cyber Law Center, Fakultas Hukum Universistas Padjajaran (Unpad), Sinta Dewi menilai aturan registrasi kartu SIM prabayar yang diterbitkan pemerintah berpotensi melanggar hak privasi warga negara. Hal tersebut dikarenakan hingga kini pemerintah belum memiliki regulasi yang jelas mengatur perlindungan data pribadi.
“Kita orang awam takutnya sistem validasi itu langsung kepada data pribadi kita,” kata Sinta ditemui seusai sosialisasi pelaksanaan registrasi kartu prabayar telekomunikasi di Bandung, Jumat (20/10).
Sebab, menurut Sinta, data pribadi seperti yang tercantum dalam KTP memuat informasi mulai dari golongan darah, jenis pekerjaan, tanggal lahir dan sebagainya.
“Mereka mengatakan aman, tapi harus dievaluasi lagi seberapa aman. Kartu keluarga dan NIK ini wilayahnya sangat pribadi. Kenapa pribadi? Karena di dalamnya begitu ditelusuri ada semua, ada data biometriknya juga,” kata Sinta.
Keharusan melakukan registrasi kartu SIM sebenarnya bukan pertama kali di dunia. Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina sebenarnya sudah lebih dulu memberlakukan keharusan itu. Bedanya, sekitar 120 negara yang memberlakukan aturan tersebut sudah lebih dulu menyiapkan payung hukum perlindungan data. Setelah regulasi dibuat, baru diterbitkan kewajiban registrasi kartu SIM prabayar.**
Sumber : ngelmu.co