Sumbartime.com,- Untuk mencapai puncak, memang sering harus melewati jalan terjal, katanya begitu. Tapi lucunya, ketika sudah sampai di atas, baru terkena angin kritik sedikit saja sudah goyah. Bukannya tegak dan siap menghadapi ujian, justru malah baper.
Lebih ironis lagi, yang paling bising membela kini adalah mereka yang dulu paling vokal saat kampanye. Tim sukses yang sebelumnya paling keras menyerang lawan politik, kini seperti tak rela jagoannya disentil sedikit pun. Waktu kampanye, mereka tak segan menebar jargon-jargon perubahan, menyindir lawan tanpa tedeng aling-aling, bahkan sesekali mengemas hoaks sebagai strategi.
Namun sekarang, ketika calonnya sudah duduk di kursi kekuasaan, kritik sekecil apapun dianggap serangan personal. Padahal, bukankah janji waktu kampanye adalah siap dikritik, terbuka pada masukan, dan akan bekerja untuk semua rakyat?
Jangan-jangan, sekarang sudah terlalu sibuk AMAT—Ambil Muka, Angkat Telor—demi proyek-proyek dan jabatan empuk. Lupa bahwa pemerintahan bukan panggung pujian. Lupa bahwa pemimpin bukan selebgram yang hanya ingin dikomentari bagus-bagus saja.
Lebih lucu lagi, saat masyarakat menyampaikan kritik, mereka malah dituduh belum move on, dianggap pihak yang kalah, dan sakit hati. Padahal, bukankah pemimpin adalah milik semua rakyat, bukan cuma milik mereka yang dulu disuap kalender dan nasi bungkus?
Kebijakan itu dirasakan oleh seluruh warga, bukan hanya pendukung. Jadi ketika ada kritik, itu bukan karena benci, tapi karena peduli. Dan kalau setiap kritik dibalas dengan nyinyiran dan tuduhan politik, mungkin yang sebenarnya belum move on… justru kalian.
Pemimpin sejati siap dikritik. Kalau cuma mau dipuji, sebaiknya ganti profesi saja—jadi selebgram.