BUKITTINGGI – Pacu Kuda telah menjadi sarana pemersatu masyarakat Sumatera Barat, khususnya Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam, sejak zaman kolonial Belanda.
Hal ini disampaikan oleh Walikota Bukittinggi, Erman Safar, dalam sambutannya pada acara “Walikota Cup Race 2024” yang digelar di Gelanggang Bukit Ambacang, Sabtu (6/7/2024).
Didampingi oleh petinggi dua wilayah tersebut, Walikota Erman Safar menjelaskan bahwa banyak masyarakat Sumatera Barat memiliki kedekatan dengan olahraga berkuda. Olahraga berkuda mencakup beberapa jenis, seperti Equestrian, Pacuan, Polo, dan Berkuda Memanah. Di Sumatera Barat, jenis yang paling populer adalah Pacuan.
“Ekosistem ini harus dijaga. Kita semua bisa merasakan dampak dari sebuah event, baik dari segi kearifan lokal UMKM, kultur adat dan budaya. Pemko Bukittinggi akan mendukung dan menganggarkan melalui APBD untuk menjadikannya kegiatan tahunan rutin,” kata Erman Safar.
Ia juga menekankan bahwa antusiasme masyarakat terhadap Pacuan Kuda masih sangat tinggi. Dengan tingginya antusiasme ini, industri olahraga pacuan kuda dapat terus berkelanjutan. Industri ini sudah memberikan dampak positif bagi banyak orang, membuka lapangan pekerjaan, dan memiliki nilai ekonomi yang besar karena banyak yang bergantung padanya.
Gelanggang Bukit Ambacang di Nagari Gadut adalah gelanggang pacuan kuda tertua di Indonesia, berada di perbatasan Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Didirikan pada 1889, gelanggang ini merupakan salah satu warisan sejarah yang penting.
Ketua panitia pelaksana, Ferdian, menambahkan bahwa pacuan kuda adalah olahraga yang familier dan populer di Sumatera Barat, dengan beberapa wilayah menjadikannya acara tahunan.
Berikut adalah beberapa gelanggang pacuan kuda di Sumatera Barat:
Gelanggang Bancah Laweh: Dibangun pada 1888 di Padang Panjang dengan panjang lintasan 900 meter. Masih aktif digunakan dan pernah menjadi lokasi syuting film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”.
Gelanggang Bukit Ambacang: Didirikan pada 1889 dengan panjang lintasan 800 meter, terletak di perbatasan Bukittinggi dan Agam.
Gelanggang Kubu Gadang: Dibangun pada 1906 di Payakumbuh Utara, memiliki lintasan sepanjang 900 meter dan masih aktif digunakan.
Gelanggang Dang Tuanku Bukit Gombak: Didirikan pada 1913 di Batusangkar, memiliki lintasan 800 meter dan masih aktif digunakan.
Gelanggang Kandih: Terletak di Sawahlunto, memiliki lintasan sepanjang 1.400 meter dan digunakan untuk lomba tahunan, serta dinilai representatif untuk acara nasional.
Gelanggang Ampang Kualo: Dibangun pada 1957 di Kota Solok, memiliki lintasan 800 meter.
Gelanggang Duku Banyak: Dibangun pada 1970 di Padang Pariaman dengan lintasan 900 meter, namun sudah lama tidak digunakan.
Enam dari tujuh gelanggang tersebut masih aktif digunakan dan menggelar acara pacuan kuda secara rutin, menjadi bukti bahwa tradisi ini tetap hidup dan berharga bagi masyarakat Sumatera Barat.
(Pewarta: alex.jr)