BUKITTINGGI – Penjabat Sementara (Pjs.) Walikota Bukittinggi, H. Hani Syofiar Rustam, SE., MH., secara perdana memimpin High Level Meeting (HLM) dan Capacity Building Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Bukittinggi 2024 pada Jumat (4/10/2024).
Pertemuan tersebut berlangsung di Ruangan Bukittinggi Command Centre (BCC) Kantor Balaikota di Bukik Gulai Bancah.
Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Assisten ll Pemko Bukittinggi, Rismal Hadi, beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Pusat Statistik (BPS) Bukittinggi, Bulog Cabang Bukittinggi, Tenaga Ahli Pemko Bukittinggi Bidang Sosial dan Ekonomi, Yon Eka Putra, S.AP., serta perwakilan dari Polres, Kodim 0304/Agam, dan beberapa instansi lainnya.
Kegiatan ini juga diadakan secara virtual melalui Zoom, dengan narasumber dari Kemendagri RI, Analis Muda Kebijakan Industri dan Perdagangan, Nyimas Dwi Koryati, SE., M.Si.
Dalam pembukaan pertemuan, Hani Syofiar Rustam menjelaskan bahwa meskipun Bukittinggi memiliki kemampuan dana yang cukup tinggi berdasarkan data dari Kemenkeu RI dan beberapa indikator, perhatian dari Pemerintah Pusat masih belum optimal.
Tantangan ini, menurutnya, harus diatasi dengan kerja keras untuk menjaga kondisi ekonomi kota, terutama untuk mengantisipasi deflasi yang telah terjadi dalam 4-5 tahun terakhir.
Menurut Hani, inflasi di Bukittinggi terlihat dari kenaikan harga beberapa komoditas seperti ayam, yang naik dari Rp50 ribu menjadi Rp65 ribu, serta harga cabai merah. Namun, menurutnya, permasalahan ini lebih merupakan fenomena klasik daripada penurunan daya beli. Saat ini, Bukittinggi berada dalam kondisi deflasi terkendali sebesar 0,28% Month to Month (M to M).
Faktor lain yang mempengaruhi penjualan adalah meningkatnya jumlah penjual keliling (garendong) yang langsung bertransaksi dengan masyarakat. Untuk mengatasi hal ini, Hani berencana mengeluarkan kebijakan melalui Gerakan Menanam Sayur untuk memperkuat ketahanan pangan lokal.
Nyimas Dwi Koryati, dalam paparannya, menekankan pentingnya perbaikan dalam evaluasi kinerja TPID Bukittinggi di tingkat nasional.
Ia menjelaskan bahwa aspek proses hanya mencatat 11,00%, program unggulan 19,50%, dan outcome 49,75%, sehingga total skor TPID Bukittinggi adalah 80,25%, masih di bawah Provinsi Riau. Untuk mengejar provinsi tetangga, Bukittinggi perlu meningkatkan angka pengungkit sebesar 9% dengan melengkapi bukti kegiatan yang selama ini minim.
Acara ini diharapkan dapat memperkuat sinergi dan memberikan solusi bagi kendala yang dihadapi dalam menjaga stabilitas ekonomi kota. (Aa)