BUKITTINGGI – Gema sejarah yang mengguncang ruang Aula Balai Kota Bukittinggi, Minggu (12/10/2025). Di sana, ratusan insan berkumpul dalam satu semangat, memperingati Milad ke-120 Syarikat Islam (SI) organisasi yang lahir sebelum republik ini bahkan bermimpi merdeka.
Dari masa penjajahan hingga era digital, Syarikat Islam tetap menyalakan bara kebangsaan dan keislaman. Hari itu, Bukittinggi menjadi saksi bahwa semangat itu belum padam.
Turut hadir tokoh-tokoh besar yang memberi warna pada perjalanan SI di Sumatera Barat, di antaranya Kombes Pol Purn. Mukhlis Mansyur, SIK selaku Ketua SI Sumbar, Andri Warman (Ketua DPC SI Kabupaten Agam), Wakil Bupati Padang Pariaman, serta tiga narasumber yang membawa kedalaman ilmu dan refleksi zaman: Buya Mas’ud Abidin, Prof. Dr. H. Elfindri, S.E., M.A., dan Dr. Efri Yoni Boekaini, S.S., M.M.
Namun, sorotan utama jatuh pada Buya H. Marfendi Dt Basa Nan Balimo, mantan Wakil Wali Kota Bukittinggi, yang hadir membawakan tausiyah penuh makna. Dalam tutur lembutnya, tersimpan getar sejarah.
“Syarikat Islam hadir di tengah penjajahan kolonial Belanda sebagai kekuatan moral dan ekonomi umat. Ia menjadi lembaga pertama dan tertua, bahkan sebelum NU dan Muhammadiyah,” ujar Buya Marfendi, menegaskan posisi SI sebagai pelopor kebangkitan nasional berbasis keumatan.
Ketua SI Bukittinggi, Tuanku Rismaidi, menegaskan bahwa peringatan ini bisa terlaksana berkat dukungan nyata Pemerintah Kota Bukittinggi. “Kami ingin semangat SI terus hidup, tidak hanya dalam buku sejarah, tapi dalam tindakan nyata umat hari ini,” ujarnya dengan nada optimistis.
Sementara itu, Ketua SI Sumbar, Mukhlis Mansyur, menekankan jati diri organisasi “Syarikat Islam bukan lembaga partai politik dan tidak berpolitik. Namun, nilai-nilai perjuangan dan moralitasnya harus menjadi panduan bagi setiap insan bangsa.”
Wakil Wali Kota Bukittinggi, Ibnu Asis, yang turut hadir, memberi penghormatan atas kiprah panjang organisasi ini. “Syarikat Islam akan terus relevan sepanjang tetap berpegang pada cita-cita para pendirinya,” ujarnya mantap.
Sejarah mencatat, Syarikat Islam berawal dari Sarekat Dagang Islam (SDI), didirikan oleh Haji Samanhudi pada 16 Oktober 1905 di Surakarta untuk melindungi pedagang pribumi dari tekanan ekonomi kolonial.
Dari gerakan ekonomi tumbuhlah kesadaran nasional, hingga lahir generasi pemikir seperti H.O.S. Tjokroaminoto, guru dari para tokoh perintis bangsa.
Kini, 120 tahun berselang, gema itu kembali menggema di Bukittinggi, kota perjuangan, kota sejarah, tempat ide-ide besar bangsa pernah bersemayam.
Dari ruang Balai Kota itu, seolah terdengar kembali bisikan masa lalu:
“Bangunlah, umat Islam. Bangunlah, Indonesia.”
Itulah semangat Milad ke-120 Syarikat Islam, tak sekadar perayaan, tapi seruan kebangkitan dari kota bersejarah yang tak pernah letih mencintai bangsanya. (Aa)